Jokowi-Sri Mulyani 'Sikat' Tommy Soeharto Sampai Sinivasan

April 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat kejutan ke publik terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Luka lama yang melibatkan nama-nama besar di tanah air, mungkin hampir terlupakan.

Lewat Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021, Jokowi membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Berisikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kapolri Listyo Sigit Prabowo serta beberapa pejabat lainnya.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban diangkat sebagai ketua Satgas.

Tugasnya adalah mengejar utang terhadap obligor dan debitur yang 22 tahun lalu menerima dana BLBI. Nilainya mencapai Rp 110 triliun.

Cerita mengenai skandal BLBI selama ini sudah banyak tersajikan. Hanya saja tak ada penyelesaian. Sebut saja Sjamsul Nursalim, Kaharudin Ongko hingga Tommy Soeharto masih hidup bebas tanpa memenuhi kewajibannya kepada negara.

"Dalam penuntasan kasus BLBI, Satgas BLBI juga bekerja keras mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp 110 triliun," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Pekerjaan berat ini ditargetkan selesai pada Desember 2023. Dari sederet nama yang sudah dikantongi, akan dipanggil secara personal oleh Satgas BLBI. Bila tidak ada jawaban atau sengaja menolak, maka pemanggilan akan diumumkan melalui media massa. Masih menolak, maka Satgs BLBI mengambil langkah penyitaan dan pemblokiran atas aset yang dimiliki.

Kehadiran obligor dan debitur sangat penting. Satgas BLBI akan menyajikan nominal utang yang harus dibayar. Obligor dan debitur bisa tidak setuju asalkan menyajikan data pembanding. Pembayaran juga bisa dalam bentuk tunai maupun penyerahan aset yang senilai utang.

Pada Tahap Pertama pemanggilan dan penagihan kepada obligor dan debitur prioritas Satgas BLBI, Satgas telah berhasil membukukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara sejumlah Rp. 313.945.930.844,50, dengan rincian:

Pencairan escrow account obligor Kaharudin Ongko di Bank Danamon dengan nilai sebesar Rp. 664.974.593,50 dan USD 7.637.606 (termasuk biad pengurusan Piutang Negara 10%).

Pembayaran obligor/debitur prioritas Satgas BLBI dengan nilai sebesar Rp.172.619.040.001,00 (termasuk dengan biad pengurusan Piutang Negara 10%).

Penjualan Lelang aset jaminan dengan nilai sebesar Rp.30.781.330.000,00 (termasuk dengan biad pengurusan Piutang Negara 10%).

Sedangkan, dalam bentuk penguasaan fisik aset baik aset properti eks BLBI maupun penyerahan barang jaminan dari obligor/debitur, aset yang berhasil dikuasai oleh Satgas seluas 8.329.412,346 m2, dengan rincian:

Pemblokiran aset obligor Trijono Gondokusumo (9 bidang tanah dan saham di 24 perusahaan) dan Kaharudin Ongko (339 bidang tanah).
Permohonan balik nama sertifikat aset properti atas nama Pemerintah RI sejumlah 335 sertifikat dan perpanjang hak tanah atas aset properti kepada Kantor Pertanahan sejumlah 543 sertifikat.

Penguasaan fisik aset properti melalui pemasangan plang di lokasi sebagai berikut:
1) Aset yang terletak di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang seluas 251.992 m2 pada tanggal 27 Agustus 2021.
2) Aset yang terletak di Jalan Teuku Cik Ditiro Nomor 108, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan seluas seluas 3.295 m2 pada tanggal 27 Agustus 2021.
3) Aset yang terletak di Jalan Bukit Raya Km. 10, Gg. Kampar 3 (Kawasan Kilang Bata) RT/RW 04/09, Sail - Bukit Raya seluas seluas 15.785 m2 dan 15.708 m2 pada tanggal 27 Agustus 2021.
4) Aset yang terletak di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat seluas seluas 5.004.420 m2 pada tanggal 27 Agustus 2021.
5) Aset yang terletak di Jalan KH Mas Mansyur, Karet Tengsin, Jakarta Pusat seluas ±26.928,97 m2 pada tanggal 9 September 2021.
6) Aset yang terletak di Jalan Gedung Hijau Raya Kav.1/Th-1 No. 63, Jakarta Selatan seluas 2.020 m2 pada tanggal 9 September 2021.
Pemerintah juga melakukan penyerahan jaminan tanah debitur PT Lucky Star Navigation Corp yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara dengan total luas 1.079.538 m2.

Penyerahan jaminan obligor Trijono Gondokusumo yang berlokasi di Jonggol, Kabupaten Bogor atas 22 sertifikat dan 70 girik tanah seluas 580.000 m2.

Penyerahan jaminan obligor Santoso Sumali yang berlokasi di Kedoya Selatan, Jakarta atas 2 SHGB tanah seluas 848 m2 dan berlokasi di Dompu, NTB atas 1 SHGB tanah seluas 100.000 m2.

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto mendapat sorotan penting dalam pengejaran Satgas BLBI. Tommy melalui  PT Timor Putra Nasional disebut menerima dana BLBI dan sampai sekarang tidak mengembalikan ke negara. 
Tommy dianggarap tidak kooperatif. Berkali-kali dipanggil namun tak juga mendatangi Satgas BLBI. Sampai akhirnya sederet aset milik Tommy disita dan segera dilelang.

Pengumuman tersebut bernomor Peng-11/WKN.07/KNL/05/2021. Dijelaskan bahwa lelang tersebut akan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V, dengan jenis penawaran lelang secara tertutup melalui internet (closed bidding) melalui Pejabat Lelang Kelas I pada KPKNL Purwakarta.

Lelang itu akan dilaksanakan pada Rabu, 12 Januari 2021 dengan nilai limit lelang Rp 2,42 triliun di KPKNL Purwakarta.

- Tanah seluas 530.125,526 m2 terletak di Desa Kamojing, Kabupaten Karawang sebagaimana SHGB Nomor 4/Kamojing atas nama PT KIA Timor Motors.

- Tanah seluas 98.896,700 m2 terletak di Desa Kalihurip, Kabupaten Karawang sebagaimana SHGB Nomor 22/Kalihurip atas nama PT KIA Timor Motors.

- Tanah seluas 100.985,15 m2 terletak di Desa Cikampek Pusaka, Kabupaten Karawang sebagaimana SHGB Nomor 5/ Cikampek Pusaka atas nama PT KIA Timor Motors.

- Tanah seluas 518.870 m2 terletak di Desa Kamojing, Kabupaten Karawang sebagaimana SHGB Nomor 3/ Kamojing atas nama PT Timor Industri Komponen.

Meski demikian Tommy masih juga tidak mengakui yang dituduhkan Satgas BLBI. Tommy bahkan berencana menempuh jalur hukum untuk melanjutkan perlawanannya.

"Nggak ada penyitaan itu, orang nggak ada utangnya kok," kata Tommy ditemui ketika melakukan Groundbreaking Club House New Palm Hill di Sentul, dikutip dari Detikcom.

"Nanti kan, bulan depan kan. Kita tunggu," imbuhnya.

Satgas BLBI berhasil menyita aset jaminan tanah dari grup Texmaco. Totalnya mencapai 4.794.202 meter persegi (m2) yang tersebar di lima daerah berbeda.

Ini untuk menyelesaikan utang yang dimilikinya pada saat terjadi krisis keuangan pada tahun 1997-1998 silam. Dimana total nilai utang Texmaco mencapai Rp 31,72 triliun dan US$ 3,91 juta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menceritakan asal mula grup Texmaco memiliki utang ke pemerintah. Dimana utang ini tidak langsung ke pemerintah melainkan melalui perbankan yang pada saat krisis 22 tahun silam dibantu negara.

"Seperti yang diketahui grup texmaco adalah grup yang sebelum terjadinya krisis keuangan 97-98 meminjam ke berbagai bank, apakah bank itu milik BUMN seperti BRI kemudian BNI, Bank Mandiri dan juga bank-bank swasta yang kemudian bank-bank tersebut di bail out atau ditalangi pemerintah pada saat terjadi krisis dan kebangkrutan bank," ujarnya sambil bercerita dalam konferensi pers virtual.

Namun, karena bank tempat Texmaco tidak bisa membayar utang ke pemerintah maka semua yang menjadi hak tagihnya beralih ke negara. Sebab, dalam hal ini sudah membantu perbankan.

"Utang tersebut pada status macet pada terjadi krisis. Kemudian pada saat bank-bank dilakukan bailout oleh pemerintah, maka hak tagih dari bank tagih dari bank-bank yang sudah diambil alih oleh pemerintah dengan menambahkan bailout, diambil alih oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)," imbuhnya.

Ia bercerita, sejak awal pemerintah melakukan penagihan ke grup Texmaco selalu melihat kondisi keuangan dan industrinya. Sehingga untuk melihat industri textile nya terus berjalan pemerintah kembali memberikan penjaminan LC (Letter of Credit) melalui bank BNI.

Dalam proses ini, grup Texmaco dinilai setuju untuk melakukan Master of Restructuring Agreement dengan pemerintah dan BPPN. Perjanjian ini ditandatangani sendiri oleh pemiliknya yang berarti menyatakan setuju untuk menerbitkan exchangeable bonds yang akan menjadi pengganti utang-utangnya.

Namun, saat proses berjalan grup Texmaco juga gagal membayar dari kupon exchangeable bonds yang diterbitkan pada tahun 2004 silam. Artinya, dengan waktu yang diberikan pemerintah grup ini tidak pernah membayar utangnya.

"Dengan demikian pada dasarnya grup texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang telah dikonversi menjadi exchangeable bonds tersebut," kata dia.

Meski gagal membayar utangnya, Sri Mulyani menyebutkan bahwa Texmaco mengakui bahwa memiliki utang kepada pemerintah dan berjanji akan membayarnya. Ini ditandai dengan akta pengakuan atau akta kesanggupan untuk membayar utang plus tunggakan yang dimiliki oleh LC nya.

Pemilik Texmaco Marimutu Sinivasan. juga menyetujui bahwa tidak akan melakukan gugatan ke pemerintah. Namun, saat ini hal tersebut diingkari, bahkan menjual aset yang sudah dijadikan jaminan utang dan mengatakan utanyanga kepada pemerintah hanya Rp 8 triliun.

"Dalam perkembangan selanjutnya pemilik tersebut sekali lagi tidak memenuhi akta kesanggupan tersebut malah justru melakukan gugatan kepada pemerintah, dan juga menjual aset-aset yang dimiliki operating companiesnya yang tadinya seharusnya membayar ke pemerintah Rp 29 triliun, justru operating company-nya menjual aset-aset yang seharusnya dipakai untuk membayar utang ke pemerintah," jelasnya.

Setelah kondisi ini, ia mengakui bahwa pemerintah masih memberikan peluang untuk dibicarakan dengan baik dengan memanggil pemiliknya. Namun, itikad baik dari pemilik Grup Texmaco untuk membayar utangnya tidak ada sehingga pada akhirnya dilakukan penyitaan aset.

"Jadi dalam hal ini pemerintah sudah berkali-kali memberi peluang bahkan mendukung agar perusahaan yang masih bisa berjalan, namun tidak ada sedikitpun ada tanda-tanda akan melakukan itikad untuk membayar kembali. Oleh karena itu, pada hari ini pemerintah melakukan eksekusi terhadap aset. Ini adalah bentuk sesudah lebih dari 20 tahun memberikan uang dan waktu, kesempatan, dan bahkan mendukungnya dengan beri LC nya jaminan," pungkasnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan empat konglomerat Indonesia yang sudah menyelesaikan tagihan atas utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Adalah Anthony Salim, Bob Hasan, Sudwikatmono, dan Ibrahim Risjad. Mahfud tidak merinci berapa dana BLBI yang dibayarkan, akan tetapi seharusnya empat orang tersebut menjadi contoh bagi obligor dan debitur lainnya.

"Pemerintah harus adil, pemerintah telah menentukan (nilai) utang masing-masing obligor dan debitur. Banyak di antara mereka yang membayar dan selesai," ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan, kini sudah ada tidak ada lagi tawar-menawar atau negosiasi yang bisa dilakukan kepada obligor atau debitur BLBI.

Oleh karena itu, Mahfud yang juga sekaligus sebagai Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI menginstruksikan secara khusus kepada Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban untuk terus mengejar para obligor atau debitur lain yang belum melunasi utangnya, jika perlu disita asetnya.

"Memerintahkan kepada Ketua Satgas pelaksana melakukan penyitaan aset obligor atau debitur yang belum memenuhi kewajibannya dan tidak mau memenuhi panggilan satgas BLBI," ujarnya.

"Jadi kita tidak akan lagi tawar menawar yang tidak ada gunanya. [...] Ini dilakukan karena pemerintah harus adil. Karena banyak di antara mereka yang membayar dan selesai," kata Mahfud melanjutkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan bawah postingan