KSP: Mahasiswa Palsukan Tanda Tangan Gugatan di MK Bikin Kampus Tercoreng
Senin, 18 Juli 2022
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyesalkan kelakuan mahasiswa yang ketahuan memalsukan tanda tangan gugatan UU IKN di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, tindakan para mahasiswa ini juga mencoreng nama baik kampus.
"Kita tidak inginkan kampus yang membenarkan kejadian ini. Seharusnya, kampus evaluasi kejadian yang di mahasiswa ini. Iya ini bagian warning, peringatan. Bagaimanapun, lembaga kampus tercoreng. Kepribadian kampusnya tercoreng dengan mahasiswanya. Tidak dibenarkan kampus mendiamkan atau pembelaan," kata Ade saat dihubungi, Sabtu (17/7/2022).
Ade menyebut, tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan tindak kejahatan. Seharusnya, mahasiswa tidak berbuat demikian.
"Ini kan perbuatan kejahatan, patut kita duga ini ada kesengajaan. Kita sayangkan itu terjadi di mahasiswa yang kita ketahui mahasiswa adalah agen of change, orang yang kritis, tapi ternyata menyederhanakan masalah, dan melakukan kejahatan pemalsuan," kata Ade.
"Sebagai orang yang kritis, agen of change, melakukan perubahan terhadap demokrasi, tapi dia melakukan kejahatan itu," katanya.
Terlebih, kata Ade, mahasiswa yang melakukan pemalsuan adalah mahasiswa dari Fakultas Hukum. Seharusnya, mahasiswa hukum jauh lebih paham soal aturan-aturan dibandingkan mahasiswa lain.
"Harusnya taati hukum, norma-norma yang ada. Apalagi, mereka dari Fakultas Hukum. Mereka tahu hukum, dan tahu akibat (pemalsuan)," katanya.
Mahasiswa Ketahuan Palsukan Tanda Tangan Gugatan
Diketahui MK membongkar aksi pemalsuan tanda tangan di gugatan judicial review UU IKN. Para mahasiswa sempat tidak mengaku hingga akhirnya ketahuan dan mencabut gugatan.
Mereka adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unila, yakni M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna, dan Nanda Trisua Hardianto.
Kepala Jurusan Hukum Tatanegara FH Unila Yusdianto mengatakan para pemohon yakni mahasiswa meminta maaf ke seluruh masyarakat Indonesia atas kegaduhan yang terjadi. Kemudian menurut dia, mereka semua tak berniat memalsukan tanda tangan.
"Mereka itu bergadangan sampai malam. Kebetulan yang dua dari luar daerah belum bisa langsung sampai, dan tidak ada maksud memalsukan kan juga dua orang tersebut mengetahui dan sudah mengiyakan kalau diyakinkan," kata Yusdianto kepada detikSumut, Jumat (15/7/2022).
Meski begitu, Yusdianto mengapresiasi keberanian enam mahasiswa yakni M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna dan Nanda Trisua Hardianto melakukan gugatan di MK. Tak semua mahasiswa mau dan berani melakukan hal itu.
Mereka sudah diberi arahan agar benar-benar memerhatikan hal sekecil apa pun, terutama ketika membuat gugatan.
"Tadi sudah saya temui dan sampaikan beberapa kata supaya tidak down. Selain apresiasi saya pesankan tidak apa-apa dan jangan khawatir. Semua ini adalah proses belajar, karena pengetahuan itu tidak hanya didapat dari membaca tapi jg dari proses yang dilaksanakan,"ujarnya.
Selain itu, Yusdianto juga mengkritisi kepemimpinan hakim Prof Arief Hidayat yang dinilai terkesan intimidatif sehingga para mahasiswa merasa jatuh dan terpukul.
"Mahasiswa ini kan proses, mereka belajar, hebat loh mereka, langsung substansi menggugat undang-undang. Kalau saya lihat, mereka mendalilkan dan materilnya sebenarnya juga sudah bagus, apalagi waktu sidang itu kan sebenarnya ke enam-enamnya ada, walau cuma lima yang masuk daring, yang satu di luar, dalam artian, tidak ada niat memalsukan tanda tangan," pungkasnya. [detik.com]