Sidang MK, Presiden Tegaskan Menteri yang Nyapres Tak Perlu Mundur
Kamis, 15 September 2022
Presiden Joko Widodo menegaskan menteri yang mau nyalon presiden (nyapres) tidak perlu mundur. Sikap Presiden itu disampaikan Mendagri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly saat menjawab permohonan judicial review atau uji materi yang dimohonkan Partai Garuda.
"Apabila menteri akan mengikuti kontestasi sebagai calon presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya sebagai menteri, maka pelayanan masyarakat dalam bidang tertentu dengan menteri tersebut menjabatan akan tidak terpenuhi dengan maksimal," demikian bunyi sikap Presiden yang dibacakan oleh Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan, La Ode Ahmad Pidana Bolombo dalam sidang di MK sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (15/9/2022).
"Hal tersebut dapat mengganggu urusan pemerintahan yang lainnya. Karena dalam pelaksanaannya dalam menjunjung kesejahteraan rakyat setiap urusan antarkementerian saling berkaitan dan berkesinambungan dalam penyelenggaraannya," sambungnya.
La Ode mengatakan, menurut Presiden penting bila menteri tetap bekerja membantunya. Sebab, kondisi faktual di Indonesia saat ini, seperti pemindahan ibu kota negara, persiapan penyelenggaraan pemilu secara serentak, pelaksanaan UU Cipta Kerja, serta pemulihan ekonomi dan pemerintahan akibat Pandemi Covid-19, membutuhkan kesinambungan pelaksanaan tugas pimpinan kementerian dalam menyelenggarakannya.
"Sehingga, apabila presiden menilai menteri telah bekerja dengan baik dalam membantunya, maka menteri tersebut dapat dipertahankan untuk tetap menjalankan tugasnya hingga akhir masa jabatan agar penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan tetap dapat terlaksana dengan baik dan berkesinambungan," bebernya.
Alasan ketiga, Pasal 17 UUD 1945 menyatakan presiden dibantu oleh menteri‐menteri negara, menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden. La Ode menuturkan, setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang‐undang.
"Maka dapat disimpulkan bahwa tugas menteri utamanya adalah membantu presiden dalam memimpin departemen pemerintahan, serta pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh presiden. Sehingga menteri yang akan mengikuti kontestasi sebagai calon presiden dan wakil presiden tidak harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya sebagai menteri. Karena pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden, dimana hak tersebut merupakan hak istimewa yang langsung diberikan oleh konstitusi," urai pemerintah.
Alasan lainnya, pembentukan kementerian negara diatur dalam konstitusi memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk kabinet menteri. Pembentukan kabinet menteri oleh presiden berdasarkan konstitusi bermakna bahwa presiden mempunyai hak prerogratif dalam menyusun kabinet menterinya yang akan membantu dalam menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan konstitusi.
"Selain itu, ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu tersebut berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden," ungkapnya.
La Ode melanjutkan, Presiden memiliki hak penuh untuk memilih menteri‐menteri negara yang akan membantu menjalankan tugas kekuasaan pemerintahan.
"Sehingga menteri tetap dapat menjabat selama tidak diberhentikan oleh presiden meskipun menteri tersebut akan mengikuti kontestasi calon presiden dan/atau wakil presiden," ucapnya.
Alasan selanjutnya, setiap menteri memimpin kementerian untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut, maka jabatan menteri dalam penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan dinilainya memiliki peranan penting karena menteri yang dapat melaksanakan kebijakan presiden dalam mewujudkan visi dan misinya, serta untuk mencapai tujuan negara.
"Sehingga sudah seharusnya jika menteri dapat menyelesaikan tugasnya hingga akhir masa jabatannya, kecuali diberhentikan presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Tahun 1945," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Perkara tersebut diajukan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda Yohanna Murtika menguji Pasal 170 ayat (1) frasa "pejabat negara" UU Pemilu. Pemohon mendalilkan bahwa menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden oleh Pemohon atau gabungan partai politik.
Menteri yang saat ini tengah menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju, juga Pemohon yang mengusung menteri untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden, potensial mengalami kerugian konstitusional menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Berbeda halnya dengan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota, apabila dicalonkan sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden hanya memerlukan izin kepada Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 171 ayat (1) UU Pemilu.
Perlakuan berbeda antara menteri dengan dengan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota apabila dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden oleh Pemohon, juga telah mencederai dan menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon, sebagaimana yang dijamin dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 22E UUD 1945.
"Frasa "pejabat negara" dalam Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pejabat Negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, Menteri dan pejabat setingkat menteri, dan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati Walikota dan Wakil Walikota'," pinta Partai Garuda. [detik.com]